Sang Saka Merah Putih, demikian bendera kebesaran negeri ini disebut. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara. Berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.
Hampir setiap anak bangsa memiliki ikatan Emosional dengan bendera kebanggaan perlambang tanah tumpah darah tersebut. Namun sayangnya banyak generasi penerus bangsa ini yang ternyata kurang faham mengenai sejarah “sakral” penggunaan dwi warna tersebut pada warna bendera Indonesia. Memang ada beberapa versi mengenai asal mula penggunaan dwi warna (merah dan putih) pada warna bendera kita. Dan salah satu yang paling terkenal -namun sebenarnya sangat konyol adalah sejarah penyobekan bendera Belanda pada peristiwa Hotel Yamato Surabaya. Saat itu para pejuang kita menyerbu naik ke puncak Hotel Yamato tempat bendera Belanda ditancapkan dan para pejuang tersebut berhasil menyobek warna biru pada sisi bawah bendera Belanda, hingga hanya tersisa warna merah putih saja yang merupakan warna bendera Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa inilah salah satu versi sejarah yang meskipun salah namun telah terpatri kuat di benak para anak bangsa negeri ini, pasalnya hal tersebut telah lama didoktrinkan melalui buku-buku pelajaran sejarah mulai tingkat SD hingga ke tingkat pendidikan yang lebih lanjut. Padahal peristiwa tersebut berlangsung pada 19 September 1945, jauh berselang sebulan setelah dikibarkannya sang saka merah putih secara resmi ke mata dunia Internasional sebagai bendera negara Indonesia pada peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945.
Sebenarnya ihwal penggunaan warna merah dan putih pada babak per babak sejarah negeri ini sudah sangat panjang yang dimulai pada era pra Indonesia hingga lahirlah negara yang bernama Indonesia ini. Dan dwi warna “suci” tersebut ternyata juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat (pra) Indonesia kala itu. Pada era kejayaan Majapahit, penggunaan atribut “kehidupan” yang berwarna merah dan putih sudah sangat lumrah digunakan. Dikisahkan bahwa putri Dara Jingga dan Dara Perak yang dibawa oleh tentara Pamelayu juga mangandung unsur warna merah dan putih (jingga=merah, dan perak=putih). Tempat raja Hayam Wuruk bersemayam saat itu juga disebut sebagai keraton merah – putih, sebab tembok yang melingkari kerajaan itu terdiri dari batu bata merah dan lantainya diplester warna putih. Empu Prapanca pengarang buku Negarakertagama mengisahkan ihwal digunakannya warna merah – putih pada upacara kebesaran Raja Hayam Wuruk. Kereta pembesar – pembesar yang menghadiri pesta juga banyak dihiasi merah – putih seperti yang dikendarai oleh Putri raja Lasem. Kereta putri Daha digambari buah maja warna merah dengan dasar putih, maka dapat disimpulkan bahwa pada zaman Majapahit warna merah – putih sudah merupakan warna yang dianggap mulia dan diagungkan. Salah satu peninggalan Majapahit adalah cincin warna merah putih yang konon dianggap sebagai penghubung antara Majapahit dengan Mataram sebagai kelanjutan. Dalam Keraton Solo terdapat panji – panji peninggalan Kyai Ageng Tarub turunan Raja Brawijaya yaitu Raja Majapahit terakhir. Panji – panji tersebut berdasar kain putih dan bertuliskan arab jawa yang digaris atasnya warna merah. Hasil penelitian panitia kepujanggaan Yogyakarta berkesimpulan antara lain nama bendera itu adalah Gula Kelapa . dilihat dari warna merah dan putih. Gula warna merah artinya berani, dan kelapa warna putih artinya suci.
Ketika terjadi perang Diponegoro pada tahun 1825-1830 di tengah – tengah pasukan Diponegoro yang beribu – ribu jumlahnya juga terlihat kibaran bendera merah – putih, demikian juga di lereng – lereng gunung dan desa – desa yang dikuasai Pangeran Diponegoro banyak terlihat kibaran bendera merah – putih. Kemudian pada peristiwa perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih yang berlatar belakang (background) gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran dalam perang melawan penjajah kafir Belanda kala itu. Selain itu, ada pula bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak yang ternyata juga memakai warna Merah Putih sebagai warna benderanya dan bergambar pedang kembar warna Putih dengan dasar Merah Menyala dan Putih yang melambangkan Piso Gaja Dompak, sebutan untuk pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Warna Merah & Putih sendiri adalah warna bendera perang Sisingamangaraja XII. Kemudian di Sulawesi, tepatnya di daerah Bone dan Sopeng, dimana pada zaman dahulu dikenal adanya Woromporang yang berwarna putih disertai dua umbul – umbul di kiri dan kanannya. Bendera tersebut tidak hanya berkibar di daratan, tetapi juga di samudera , di atas tiang armada Bugis yang memang termasyhur sebagai para pelaut ulung.
Dan kala masuk sejarah masa pergerakan negeri ini, pengibaran bendera merah putih -dengan gambar kepala kerbau di tengahnya pada Cover buku yang berjudul Indonesia Merdeka yang membawa pengaruh bangkitnya semangat kebangsaan untuk mencapai Indonesia Merdeka- pertama kali juga digunakan oleh para mahasiswa Indonesia di Belanda yang bernaung dalam Perhimpunan Indonesia pada tahun1922. Warna Merah dan Putih dengan latar belakang kepala banteng juga diadopsi oleh Ir. Soekarno sebagai warna bendera Partai Nasional Indonesia yang didirikannya pada tahun 1927. Dan puncaknya adalah pada Kongres Pemuda pada tahun 1928 yang merupakan momentum yang sangat bersejarah yang ditandai dengan lahirnya “Sumpah Pemuda”. Pada kongres itu untuk kali pertama digunakan hiasan merah – putih tanpa gambar atau tulisan, sebagai warna bendera kebangsaan dan untuk pertama kalinya pula diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dan saat kongres pemuda berlangsung, suasana merah – putih juga makin marak yang dibuktikan dengan dikenakannya “kokarde” (semacam tanda panitia) dengan warna merah putih yang dipasang di dada kiri panitia kongres. Demikian juga pada anggota padvinder atau pandu -suatu organisasi kepanduan yang bersifat nasional dan menunjukkan identitas kebangsaan yang ikut aktif dalam kongres menggunakan dasi berwarna merah – putih. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Ketika dibawah pemerintahan kolonialisme Belanda dan penjajahan Jepang, bendera itu dilarang digunakan. Kemudian sistem ini diadopsi sebagai bendera nasional pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan telah digunakan sejak saat itu pula.
Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk Indonesia.
Warna Merah dan Putih sebenarnya juga sangat erat dengan unsur kehidupan manusia dan lingkungan tempatnya hidup. Unsur darah dalam tubuh manusia juga terdiri dari dua unsur utama, sel darah merah dan sel darah putih. Secara Geologi, warna merah dan putih juga mewakili 2 unsur alami di bumi, yaitu yang terpanas berwarna merah (lava/isi perut bumi dan gunung) dan yang terdingin adalah salju yang berwarna putih. Secara optik, Merah adalah warna dengan frekuensi cahaya paling rendah yang masih mampu ditangkap oleh mata manusia dengan panjang gelombang 630-760 nm. Di sisi lain, bila seluruh warna dasar digabung dengan porsi dan intensitas yang sama, maka akan terbentuk warna Putih yang merupakan warna dasar. Cahaya Merah juga merupakan cahaya yang pertama diserap oleh air laut, sehingga banyak ikan dan invertebrata kelautan yang berwarna Merah. Di sisi lain, riak gelombang air laut selalu terlihat berwarna Putih. Jadi, dapat disimpulkan bahwa warna Merah Putih itu merupakan simbolisasi dari laut itu sendiri. Tak heran, jika Indonesia yang merupakan negara maritim / negara kepulauan memilih untuk memiliki bendera Merah Putih.
Melihat berbagai fakta tersebut, kita dapat mengetahui bahwa ternyata bangsa ini bukan hanya besar secara jumlah penduduk dan potensi sumber daya alamnya saja, namun juga besar secara cita-cita Filosofisnya.
Kita sebagai putra-putri bangsa seharusnya bangga kepada Tanah Air kita, Indonesia!